INDONESIA UPDATE – Dorongan kuat untuk membahas aturan perundang-undangan terkait paket politik muncul dalam diskusi yang diselenggarakan Paramadina Public Policy Institute (PPPI), Universitas Paramadina kemarin (24/9/2025).
Dosen Ilmu Politik yang juga Managing Director Paramadina Public Policy Institute (PPPI) Ahmad Khoirul Umam mentatakan, kinerja demokrasi Indonesia dengan merujuk pada sejumlah indikator Democracy Index, CPI dan Kinerja SDGs, kinerja demokrasi di Indonesia memang tidak buruk sekali, tapi tetap membutuh perbaikan mendasar untuk meningkatkan kualitasnya.
Karena itu, lanjut Umam, perbaikan aturan terkait sistem politik dan kepemiluan harus segera dilakukan dari sekarang.
“Harus segera dilakukan, untuk menghindari terjadinya ‘Rules by Surprise’, kejutan-kejutan aturan hasil akrobat yang tidak konstruktif. Akibatnya, banyak yang terkejut, sedangkan meaningful participation kurang optimal”, kata alumnus School of Political Science and International Studies, The University of Queensland, Australia tersebut.
Umam mendetailkan, banyak sekali daftar aturan yang harus segera dibahas. Umam menyontohkan, mulai dari aturan ambang batas baik parliamentary dan presidential thresholds, pilihan skema sistem proporsional, skema penyederhanaan partai politik yang juga bisa ditempuh melalui penurunan district magnitude, perbaikan sistem konversi suara ke kursi yang saat ini masih menggunakan metode perhitungan Sainte Lague, pengetatan aturan terkait perilaku moral harzard melalui praktik politik transaksional, vote buying, pengetatan netralitas dan penyalahgunaan instrument negara, perbaikan digitalisasi dan elektronisasi rekapitulasi Pemilu, hingga meninjau ulang prinsip keserentakan Pemilu.
“Jika semua ini dibahas sejak dini, akan bisa memperkuat kualitas demokrasi dan arsitektur politik nasional,” ujar Dosen Ilmu Politik dan International Studies Universitas Paramadina tersebut.
Selanjutnya, Dosen Ilmu Hukum Tata Negara Universitas Indonesia Titi Anggraini juga menggarisbawahi bahwa sistem politik saat ini harus segera diperbaiki.
“Fungsi representasi semakin jauh dan hilang dari sistem saat ini,” ujarnya.
Titi melanjutkan, belajar dari gerakan sosial di ujung Agustus 2025 lalu, kerja-kerja wakil rakyat lebih mewakili hal-hal yang substansial dan jauh dari masyarakat.
“Karena itu, pembahasan UU Paket Politik harus dimulai di awal 2026 mendatang. Memang Revisi UU Pemilu, UU Pilkada, RUU Partai Politik, masuk dalam prioritas legislasi 2026. Tapi belum ada pergerakan fundamental per saat ini,” pungkasnya.